Senin, 22 Oktober 2012

Analisa Cuka Metode Alkalimetri

Definisi
Asam asetat atau acetid acid atau masyarakat sering menyebutnya cuka adalah cairan yang rasanya masam dan pembuatanya melalui proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat yang didapat dari bahan kaya gula seperti anggur, apel, malt, gula dan sebagainya. Asam asetat dengan kadar kurang lebih 25% beredar bebas di pasaran dan biasanya ada yang bermerk dan tidak bermerk.Pada cuka bermerk biasanya tertera atau tertulis kadar asam asetatnya.
Sifat Asam asetat
a. Sifat Fisika
Sifat fisika dari Asam asetat adalah cairan jernih, tidak berwarna,berbau menyengat, pH asam,memiliki rasa asam yang sangat tajam, mempunyai titik beku 16,6 derajat celcius, titik didih 118,1 derajat celcius danlarut dalam air, alkohol dan eter. Asam asetat dibuat oleh bakteri Acetobacter. Rumus Kimianya CH3COOH dan BM nya 60,05
b.Sifat Kimia
  Asam asetat mudah menguap di udara terbuka, mudah terbakar, dan dapat menyebabakan korosif pada logam. Asam asetat jika direaksikan dengan karbonat akan menghasilkan karbon dioksida. Penetapan kadar asam asetat biasanya menggunakan basa natrium hidroksida, dimana 1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 60,05 mg CH3COOH.

Batas-batas penggunaan Asam Asetat
Batas-batas pengguanaan cuka adalah pemakaianya seencer mungkin misalnya bila digunakan dalam pembuatan acardapat ditambahkan cuka dengan batasan kadarnya 0,5%-2,7%.

Metode Penetapan Kadar Asam asetat secara Alkalimetri
Alkalimetri adalah proses analisis atau penetapan kadar secara volumetrik dan jumlah total suatu asam dalam suatu laruatan dengan menggunakan larutan standar basa. 
indikatornya PP 1% (phenol phtalien) , perubahan warnanya terjadi karena titrasi ini terjadi perubahan pH.Indikator PP dalam suasana asam tidak berwarna dan dalam suasana basa berwarna merah.

Reaksi yang Terjadi
CH3COOH + NaOH ----> CH3COONa + H2O

Perhitungan kadar Asam asetat:
Kadar asam asetat = ml x N NaOH~60,05 x pengenceran x 100% / ml sampel x 1000
  
Sumber : (Edited from): http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-paramithad-5313-2-bab2.pdf

Selasa, 16 Oktober 2012

Pengawet Makanan

Bahan Pengawet
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi, 2008).
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen, memperpanjang umur simpan pangan, tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan, tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah, tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan, dan tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2008).
 Jenis-Jenis Bahan Pengawet
Bahan pengawet dikelompokkan sebagai bahan pengawet organik dan anorganik. Bahan pengawet organik yang diizinkan penggunaannya pada bahan pangan adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, kalium benzoat, kalium propionat, kalium sorbat, kalsium benzoat, metil-p-hidroksi benzoat, natrium benzoat, natrium propionat, nisin, dan propil-p-hidroksi benzoat. Bahan pengawet anorganik yang diizinkan penggunaannya pada bahan pangan adalah belerang dioksida, kalium bisulfit, kalium metabisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit dan natrium sulfit (Cahyadi, 2008). Sedangkan bahan pengawet yang dilarang penggunaanya dalam makanan adalah formalin, natrium tetraboraks, asam salisilat dan garamnya, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan kalium bromat (Yuliarti, 2007).
2.3.2 Penggunaan Pengawet dalam Bahan Makanan
Bahan pengawet seperti benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, kecap, acar ketimun, margarin, sari buah, saus, dan makanan lainnya. Nitrit sering digunakan untuk bahan pengawet daging olahan seperti sosis dan kornet dalam kaleng (Cahyadi, 2008). Sedangkan nipagin digunakan sebagai bahan pengawet pada kecap, sereal, minyak dan lemak, selai, sirup, minuman kaleng, dan bumbu-bumbu kemasan (Anonimb, 2011)
Pada kecap, pengawet yang paling umum digunakan adalah asam benzoat dan nipagin (Chu et al., 2003). Asam benzoat memiliki aktivitas antimikroba yang optimum pada pH 2,5-4,0. Sedangkan nipagin memiliki aktivitas antimikroba yang sama seperti benzoat tetapi efektif pada rentang pH yang lebih luas. Kombinasi dari pengggunaan asam benzoat dan nipagin sebagai pengawet dalam makanan dapat meningkatkan daya tahan makanan karena peningkatan efek antimikrobanya (Ponte dan Tsen, 1985).

 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
Perhitungan nilai Rf Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran berlangsung sebagai berikut: Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rf =jarak yang ditempuh oleh komponen / jarak yang ditempuh oleh pelarut
Cara kerja kromatografi lapis tipis
Fase diam-jel silika. Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.
Pelaksanaan kromatografi lapis tipis bisa digunakan dengan kromatogram atau perhitungan Rf atau pengidentifikasian senyawa-senyawa. Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan pewarna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat pewarna. Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Tidak diperlukan menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat membandingkan bercak-bercak pada campuran dengan bercak dari asam amino yang telah diketahui melalui posisi dan warnanya. Jika kromatografi lapis tipis yang akan dideteksi pada substansi tidak berwarna dilakukan dengan cara pendaflour dan bercak secara kimia. fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika menyinarkannya dengan sinar UV, akan berpendar. Untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna.
Dengan begitu kita dapat melihat bercak – bercak warna pada masing – masing cuplikan untuk membandingkan harga Rfnya dan mengetahui senyawa apa yang terdapat didalam cuplikan.


Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26856/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19236/3/Chapter%20II.pdf

Rabu, 10 Oktober 2012

Protein

Protein merupakan polimer asam amino. Ada puluhan asam amino yang berbeda merupakan penyusun protein alami. Protein dibedakan berdasarkan tipe, jumlah dan susunan asam aminonya. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler, kandungan nutrisi dan sifat fisikokimia. Protein merupakan konstituen penting dalam makanan, dimana protein merupakan sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial berarti penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh). Protein juga merupakan komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan, dan sebagainya. Protein terisolasi sering digunakan dalam makanan sebagai unsur kandungan (ingredient) karena sifat atau fungsi uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan penampilan tekstur atau stabilitas yang diinginkan. Misalnya, protein digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi (emulsifier), pembentuk busa (foaming agent) dan pengental (thickener). Beberapa protein makanan merupakan enzim yang mampi meningkatkan laju reaksi biokimia tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan merusak. Di dalam analisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur molekul dan sifat fungsional dari protein sangat penting.

Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi.
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis seperti tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak
dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan adalah : N(makanan) (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (recieving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia : (NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat: NH3 + H3BO3 NH4+  + H2BO3- (3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
 H2BO3- + H+ H3BO3 (4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3).
 Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.
Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul untuk
nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
% Protein = F x %N.
 Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan :
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain.
• Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian :
• Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
• Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda.
• Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.

Sumber : http://rinaherowati.files.wordpress.com/2011/10/2-analisis-protein_.pdf

Poll